Fenomena Kotak Kosong di Kaltim, PAM-KT: Kekuasaan Yang Kental Dengan Pragmatisme Dan Manipulasi

KALTIM, Panrita Post - Sejak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dilaksanakan di 2015, 2017, 2018, hingga 2020, tren pasangan calon tunggal melawan kotak kosong di daerah kian meningkat. Di Pilkada 2020, ada 25 pasangan calon tunggal bersaing melawan kotak kosong. Jika merujuk pada tren dari 2015, bisa diprediksi pada pilkada serentak 2024 jumlahnya cenderung akan naik.
Tren ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam proses pencalonan dan partisipasi politik. Di beberapa kasus, partai politik tampak lebih memilih mendukung satu calon yang kuat daripada membuka kesempatan bagi calon-calon lain yang mungkin memiliki potensi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk biaya politik yang tinggi dan keengganan partai untuk mengambil risiko.
Fenomena kotak kosong ini mencerminkan kegagalan sistem demokrasi kita yang sejatinya menghadirkan pilihan beragam bagi masyarakat dalam pemilihan umum. Demokrasi mestinya dipahami bukan hanya sebagai prosedur, melainkan sebuah sistem yang menjamin adanya kompetisi yang sehat dan adil.
Fenomena dan isu pasangan tunggal santer menjadi perbincangan masyarkat akhir-akhir ini, seperti halnya dengan daerah lain Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pun berhembus isu calon tunggal atau kotak kosong pada Pilkada 2024.
Perkembangan isu kotak kosong pada Pilkada Kaltim yang terus menyeruak mendapat atensi dari berbagai kalangan,salah satu diantaranya Perkumpulan Aspirasi Masyarakat Kaltim (PAM-KT).
Ketua Umum PAM Kaltim, Erly Sopiansyah mengungkapkan kekhawatirannya, seperti yang dilansir melalui Tribunkaltim.co.
"Saya khawatir kemarin ada unjuk rasa, hari ini ada deklarasi relawan kotak kosong, baliho dan spanduk di mana–mana. Kaltim yang heterogen harus kita jaga kondusifitasnya, jangan sampai terusik," ungkap Ketua Umum PAM-KT, Erly Sopiansyah, Sabtu (3/8/2024).
Menurutnya, fenomena kotak kosong memang sah secara undang–undang,namun penggiringan ke salah satu elite politik yang berambisi untuk menjadi kepala daerah tentu tidak sehat secara demokrasi.
Ia berharap pelakasanaan Pilkada 2024 secara serentak baik provinsi maupun kabupaten/kota berjalan kompetitif.
"Harus mencerminkan pemimpin baik, mementingkan kepentingan masyarakat dan daerah. Saya memilih satu visi–misi saja? Kotak kosong apa?," jelasnya.
"Pembelajaran ke masyarakat tentu harus baik, saya lihat ada gejala untuk mematikan demokrasi di Kaltim, harusnya tumbuh," sambung Erly.
Suguhan kotak kosong yang diikutinya di media massa atau obrolan di warung kopi harusnya bercermin pada pilkada sebelumnya.
Kehadiran 4 pasangan calon pada Pilgub Kaltim 2018 membuat masyarakat punya pilihan dan warnanya masing–masing dalam menentukan pilihan.
"Ya, minimal dua paslon, kalau saya ingin ada pilihan. Jadi mereka menjual gagasan, visi–misi, apa tujuan mereka maju di pilkada, sehingga saya dan masyarakat lainnya bebas memilih sesuai undang–undang juga," pungkasnya.
Pilkada yang diharapkan menjadi pintu masuk bagi munculnya kepemimpinan berkualitas di daerah kini sedikit-sedikit mulai berubah menjadi permainan kekuasaan yang kental dengan pragmatisme dan manipulasi. Prinsip-prinsip etik dan moral diabaikan demi mencapai tujuan kemenangan yang pasti.
Editor : Rahmat Amran