Dari Tradisi Kampung hingga Agenda Nasional: Festival Nondoi Tetap Digelar 25 Oktober 2025 dengan Sentuhan Efisiensi

Dari Tradisi Kampung hingga Agenda Nasional: Festival Nondoi Tetap Digelar 25 Oktober 2025 dengan Sentuhan Efisiensi

PENAJAM,Panrita Post – Festival Nondoi, yang berasal dari tradisi skala kampung sebagai bentuk syukur dan ritual bersih kampung masyarakat suku Paser, telah bertransformasi menjadi salah satu agenda budaya paling penting di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Kini, festival ini tidak hanya dikenal di tingkat lokal, tetapi juga mendapat pengakuan nasional sebagai bagian dari program Karisma Event Nusantara (KEN) yang digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Dengan status sebagai event KEN, pelaksanaan Festival Nondoi kini secara resmi dijadwalkan setiap tanggal 25 Oktober. Penetapan tanggal ini memperkuat konsistensi festival sebagai ikon budaya PPU yang turut memperkaya ragam budaya Indonesia.

Festival Nondoi: Melestarikan Tradisi dan Merayakan Keberagaman

Kepala Bidang Kebudayaan dan Produk Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) PPU, Christian Nur Selamat, mengungkapkan bahwa meski tahun 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan terkait efisiensi anggaran, pelaksanaan Festival Nondoi tetap menjadi prioritas utama pemerintah daerah.

“Festival Nondoi adalah warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat PPU. Tahun ini, kami tetap menggelar festival, namun dengan pendekatan yang lebih efisien tanpa mengurangi nilai dan makna budaya yang terkandung di dalamnya,” jelas Christian, Kamis (8/5/2025).

Lebih jauh Christian menekankan bahwa festival tidak hanya menjadi milik masyarakat suku Paser, melainkan acara yang inklusif. Suku-suku lain yang hidup berdampingan di PPU juga turut ambil bagian dalam rangkaian kegiatan budaya tersebut, memperkuat persatuan dan keberagaman di daerah.

“Pelibatan berbagai elemen budaya merupakan langkah strategis untuk memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya lokal. Ini adalah ajang untuk menguatkan kebersamaan dan mempromosikan keragaman budaya yang ada di PPU,” tambahnya.

Sebuah Ritual yang Bertransformasi Menjadi Daya Tarik Wisata Budaya

Festival Nondoi bermula sebagai tradisi turun-temurun berupa ritual bersih kampung, sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan dan kemakmuran warga. Selama bertahun-tahun, tradisi ini tidak hanya menjaga jati diri suku Paser, tetapi juga membentuk ikatan sosial yang kuat antar warga.

Seiring waktu, festival ini mulai menarik perhatian masyarakat luas, baik dari dalam maupun luar daerah. Pemerintah daerah pun kemudian mengembangkan Festival Nondoi menjadi ajang budaya yang lebih besar, dengan melibatkan berbagai pihak serta menambah rangkaian kegiatan seni dan budaya yang lebih variatif.

Penetapan Festival Nondoi ke dalam daftar Karisma Event Nusantara membuatnya mendapatkan sorotan nasional, sehingga berkontribusi dalam menarik wisatawan dan memperkenalkan kekayaan budaya PPU ke kancah yang lebih luas.

Efisiensi Anggaran, Namun Tetap Bermakna

Tahun 2025 menjadi momentum yang menantang karena adanya kebijakan efisiensi anggaran daerah yang harus diikuti oleh seluruh instansi, termasuk Disbudpar PPU. Namun demikian, pemerintah daerah berkomitmen untuk tetap menggelar festival dengan skala yang lebih sederhana, tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya yang menjadi inti acara.

Christian Nur Selamat memastikan bahwa meski anggaran dikurangi, makna dan substansi ritual tetap dijaga dengan baik. Pendekatan ini bertujuan agar budaya lokal tetap hidup dan relevan di tengah dinamika perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi.

“Kami harus beradaptasi dengan kondisi yang ada, tapi fokus utama kami adalah menjaga warisan budaya tetap lestari dan dapat dinikmati generasi mendatang,” ujar Christian.

Festival Nondoi yang sudah menjadi bagian dari kalender budaya nasional ini diharapkan dapat terus berkembang sebagai simbol identitas dan kebanggaan masyarakat PPU. Selain menjadi wahana pelestarian budaya, festival ini juga memiliki potensi besar untuk mendorong pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di daerah.

Namun, tantangan seperti keterbatasan anggaran dan perubahan gaya hidup masyarakat menjadi perhatian penting bagi penyelenggara agar festival tetap diminati dan dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Christian menegaskan, penguatan kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan aktif masyarakat merupakan kunci keberhasilan Festival Nondoi ke depan. Hal ini akan memastikan festival tetap relevan dan mampu memberikan dampak positif yang luas bagi pelestarian budaya dan perekonomian lokal.

“Festival Nondoi bukan hanya sekadar acara tahunan, tapi juga cermin semangat menjaga dan merayakan kekayaan budaya kita bersama,” tutupnya.(adv/red)