Ketua JMSI PPU: Hentikan Kekerasan dan Intervensi terhadap Pers

Ketua JMSI PPU: Hentikan Kekerasan dan Intervensi terhadap Pers
Foto: Ketua JMSI PPU, Riadi Saputra.

PENAJAM,Panrita Post - Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Riadi Saputra, menyuarakan keprihatinannya terhadap maraknya kasus kekerasan yang menimpa insan pers di berbagai daerah. Ia menegaskan bahwa kebebasan pers adalah salah satu pilar penting demokrasi yang wajib dihormati dan dilindungi oleh semua pihak.

“Kami mengamati banyaknya laporan kekerasan terhadap jurnalis, khususnya saat meliput aksi unjuk rasa di Gedung DPR RI Senayan dan Markas Komando Brimob Kwitang, Jakarta. Tindakan semacam ini jelas merupakan bentuk upaya membungkam kebenaran. Padahal, pers bekerja untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan segelintir pihak,” tegas Riadi, Senin (1/9/2025).

Pers Sebagai Pilar Demokrasi

Riadi menilai, tren persekusi dan intimidasi terhadap jurnalis merupakan alarm serius bagi masa depan kebebasan pers di Indonesia. Ia mengajak seluruh elemen bangsa, baik aparat penegak hukum, pemerintah, maupun masyarakat, untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan intervensi terhadap media.

“Jurnalis memiliki fungsi kontrol sosial dan harus diberi ruang bekerja tanpa rasa takut. Apalagi, kerja-kerja pers dijamin oleh undang-undang. Menghentikan persekusi dan intervensi terhadap media adalah kewajiban bersama,” ujarnya.

JMSI PPU, lanjut Riadi, mengecam keras segala bentuk tindakan represif terhadap insan pers. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa pekerja media, serta memastikan pelaku kekerasan ditangkap dan diadili, termasuk jika melibatkan aparat negara.

“Pers yang sehat akan melahirkan demokrasi yang sehat pula. Maka mari kita jaga, dukung, dan hormati kerja-kerja jurnalis. Jangan biarkan kekerasan menjadi senjata untuk membungkam kebebasan berekspresi,” tegasnya.

Rentetan Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis

Maraknya aksi kekerasan terhadap jurnalis dalam beberapa pekan terakhir menjadi perhatian serius JMSI. Sejumlah insiden terbaru menunjukkan bagaimana pekerja media kerap menjadi korban saat menjalankan tugasnya di lapangan:

  • Minggu, 31 Agustus 2025
    Seorang jurnalis TV One ditangkap, dipukul, dan diintimidasi saat melakukan siaran langsung di media sosial. Pada hari yang sama, seorang jurnalis pers mahasiswa disiram air keras saat meliput di Polda Metro Jaya. Selain itu, seorang jurnalis Jurnas.com juga mengalami intimidasi ketika merekam kericuhan di Gedung DPR RI Senayan.
  • Sabtu, 30 Agustus 2025
    Dua jurnalis Tribun Jambi terjebak di Gedung Kejati saat kerusuhan terjadi di DPRD Provinsi Jambi. Lebih parahnya lagi, mobil operasional Tribunnews yang diparkir di halaman Kejati ikut dibakar massa.
  • Kamis, 28 Agustus 2025
    Jurnalis foto dari Tempo dan Antara menjadi korban pemukulan oleh orang tak dikenal saat meliput demonstrasi di sekitar Mako Brimob, Kwitang, Jakarta Pusat.

Riadi menegaskan, kasus-kasus tersebut harus menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa kebebasan pers sedang berada di titik rawan. Jika kekerasan terhadap jurnalis terus dibiarkan, maka kualitas demokrasi Indonesia akan ikut terancam.

“Melindungi jurnalis berarti melindungi hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar. Jangan biarkan kekerasan menjadi budaya yang membungkam suara rakyat,” pungkasnya. (ra)*